Sejumlah relief di Candi Borobudur juga menunjukkan kemampuan nenek moyang bangsa Indonesia dalam penguasaan ilmu perbintangan. Hal itu terlihat dengan adanya relief gambar perahu-perahu di dinding candi. Gambar perahu menunjukkan mereka adalah bangsa pelaut. Untuk mampu mengarungi lautan, dibutuhkan kemampuan navigasi yang panduan utamanya adalah bintang-bintang di langit.
Salah satu bintang penunjuk adalah bintang Polaris. Sebelum tahun 800, Polaris dapat dilihat dari Nusantara di sekitar Borobudur. Namun kini Polaris berada dibawah horizon karena gerak presesi (gerak Bumi pada sumbunya sambil beredar mengelilingi Matahari) sehingga Bintang Utara tidak mungkin lagi dilihat dari Nusantara.
Karena itulah, pelaut juga menggunakan rasi bintang Ursa Mayor (Beruang Besar). Jika dua bintang dalam paling terang dalam rasi ini, yaitu Dubhe dan Merak, ditarik garis lurus, akan mengarah ke Polaris. Posisi bintang ini terlukis dalam relief bulatan-bulatan kecil pada tingkat ke empat Borobudur di sisi Utara. Tujuh bulatan kecil itu diapit oleh lingkaran besar yang diduga Matahari dan bulan sabit.
Salah satu bintang penunjuk adalah bintang Polaris. Sebelum tahun 800, Polaris dapat dilihat dari Nusantara di sekitar Borobudur. Namun kini Polaris berada dibawah horizon karena gerak presesi (gerak Bumi pada sumbunya sambil beredar mengelilingi Matahari) sehingga Bintang Utara tidak mungkin lagi dilihat dari Nusantara.
Karena itulah, pelaut juga menggunakan rasi bintang Ursa Mayor (Beruang Besar). Jika dua bintang dalam paling terang dalam rasi ini, yaitu Dubhe dan Merak, ditarik garis lurus, akan mengarah ke Polaris. Posisi bintang ini terlukis dalam relief bulatan-bulatan kecil pada tingkat ke empat Borobudur di sisi Utara. Tujuh bulatan kecil itu diapit oleh lingkaran besar yang diduga Matahari dan bulan sabit.
[Klik untuk memperbesar gambar] |
Dari Bumi, Ursa Mayor terlihat sebagai tujuh bintang terang (Dalam ilmu silat Tiongkok kuno, ahli silat Thio Sam Hong juga menciptakan ilmu pedang Tujuh Bintang yang jika dimainkan oleh tujuh orang pendekar pedang, susunan formasi Tujuh Bintang itu sangat sulit ditembus oleh musuh). Selain Ursa Mayor, tujuh bulatan itu diduga sebagai Pleiades (tujuh bidadari). Masyarakat Jawa mengenal kluster bintang terbuka ini sebagai Lintang Kartika. Nama ini berasal dari bahasa Sansekerta krttika yang menunjuk kluster bintang yang sama.
Pleiades - Seven Sisters - Tujuh Bidadari |
Kluster (kumpulan) bintang ini populer di Jawa karena kemunculannya menjadi penanda dimulainya waktu tanam. Bangsa Jepang menyebutnya sebagai Subaru, sedangkan masyarakat Timur Tengah menyebutnya sebagai Thuraya.
Apabila penelitian lebih mendalam dapat membuktikan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia telah mampu membuat peta bintang dan penentuan musim serta waktu gerhana, maka bangsa Maya bukan satu-satunya bangsa kuno yang menguasai ilmu perbintangan. Sejarah dunia perlu ditulis ulang, dan nama bangsa Indonesia patut diperhitungkan dalam peta sejarah dunia sebagai bangsa yang pernah mencapai kebudayaan yang tinggi dalam ilmu astronomi.
Apabila penelitian lebih mendalam dapat membuktikan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia telah mampu membuat peta bintang dan penentuan musim serta waktu gerhana, maka bangsa Maya bukan satu-satunya bangsa kuno yang menguasai ilmu perbintangan. Sejarah dunia perlu ditulis ulang, dan nama bangsa Indonesia patut diperhitungkan dalam peta sejarah dunia sebagai bangsa yang pernah mencapai kebudayaan yang tinggi dalam ilmu astronomi.
0 comments:
Posting Komentar