SUSUNAN PEJABAT KERAJAAN |
Majapahit dengan sumber sejarahnya yang berupa kitab Negarakertagama di dalam pupuh X/1 menguraikan bahwa Sang Panca Wilwatikta mempunyai hubungan yang rapat dengan Istana (Majapahit). Dalam pupuh itu dijelaskan pula bahwa yang dimaksud denganSang Panca Wilwatikta adalah lima orang pembesar dalam pemerintahan Majapahit adalah Patih, Demung, Kanuruhan, Rangga dan Tumenggung.
Kelima pembesar tersebut diserahi pelaksanaan pemerintahan Majapahit, menjadi pembantu utama Sang Prabu dalam urusan pemerintahan. Diantara lima pembesar tersebut Patih adalah merupakan jabatan yang tertinggi, Negarakertagama pupuh X/2 menyebutnya amatya ring sanagara yang artinya patih seluruh negara. Sebutan ini hanya diperuntukkan bagi Patih Majapahit untuk membedakannya dengan patih-patih di negara bawahan, seperti Daha, Kahuripan, Wngker, Matahun dan sebagainya.
Dalam pupuh tersebut juga disinggung bahwa patih negara bawahan dan para pembesar lainnya seperti Demung berkumpul di Kepatihan Majapahit yang dipimpin oleh Maha Patih Gajah Mada, jadi dengan demikian seluk beluk pemerintahan seluruh negara Majapahit ditentukan oleh Maha Patih Majapahit. Para patih dan pembesar negara bawahan menerima perintah dari Patih Majapahit dan memberikan laporan tentang keadaan negara-negara bawahan kepada sang patih.
Demikianlah patih negara bawahan biasa disebut dengan patih saja, ia melaksanakan pemerintahan di negara bawahan, sedangkan patih seluruh negara memberikan perintah dan arahan tentang bagaimana menjalankan pemerintahan di negara bawahan atau di daerah.
Dalam kitab Pararaton, patih seluruh negara itu disebut dengan istilahPatih Amangkubhumi, istilah ini tidak terdapat di dalam Negarakertagama. Negarakertagama dalam pupuh X/1 menguraikan bahwa diantara para penghadap baginda di balai Witana ialah Wreddha Menteri (menteri sepuh) dan para arya. Pupuh LXXII/1 menyinggung pengangkatan Sang Arya Atmaraja Empu Tandi sebagai wreddha menteri sepeninggal Mahapatih Gajah Mada pada tahun 1364.
Pupuh IX/3 menyinggung tempat duduk para menteri di paseban dan menyinggung adanya sang sumantri pinituha yakni para menteri sepuh atau wreddha menteri. Sampai saat ini belum diperoleh penjelasan tentang fungsi jabatan wreddha menteri itu dalam hal urusan pemerintahan. Mereka itu tidak langsung berhubungan dengan jalannya pemerintahan seperti Sang Panca Wilwatikta yang disebutkan dalam pupuh X.
Dalam berbagai prasasti diuraikan dengan jelas bahwa perintah raja Majapahit disalurkan kepada tiga mahamenteri (mahamentri katrini) yakni Mahamenteri Hino, Mahamentri Halu dan Mahamentri Sirikan. Kemudian perintah itu disalurkan kepada Sang Panca Wilwatikta. Kidung Harsawijaya pupuh II/16a dan 16b menguraikan bahwa semenjak pemecatan wreddha menteri dan pengangkatan yuwa menteri, rakyat tidak senang kepada sikap sang prabhu Kertanegara.
Yang dimaksud dengan pemecatan wreddha menteri itu ialah pemecatan Wiraraja, Empu Raganata dan pujangga Santasmreti. Raja Kertanegara lebih suka mendengarkan nasehat para yuwa menteri dari pada nasehat para wreddha menteri. Kiranya yang dimaksud dengan istilah wreddha menteri dalam Kidung Harsawijaya ini berbeda dengan istilah wreddha menteri yang disebut dalam Negarakertagama dan beberapa prasasti y Dari pembacaan prasasti Pakis (prasasti Pakis, 1266, tidak lengkap, disiarkan oleh Dr. N.J. Krom dalam Rapporten, Commissie voor Oudheidkundig Onderzoek, tahun 1911, hal 117 - 123) dan prasasti Gunung Wilis (disebut juga prasasti Penampihan, 1269, termuat dalam O.J.O. hal. 189-193 ; terjemahannya dalam bahasa Inggris oleh Dr. Himansu Bushan Sarkar dalam Majalah The Greater India, 1935, hal 55-70) yang dikeluarkan oleh prabu Kertanegara, terbukti tidak ada jabatan wreddha menteri.
Perintah raja Kertanegara disalurkan kepada tiga mahamenteri (mahamentri katrini), kemudian disampaikan kepada para menteri urusan negara yang dikepalai oleh patih. Pada prasasti Pakis, 1266 perintah raja Kertanegara ditampung oleh rakrian mahamenteri Hino, Sirikan dan Halu, kemudian disalurkan kepada para tanda untuk urusan negara : rakrian patih, rakrian demung dan rakrian kanuruhan. Nama-nama para menteri itu tidak disebut.
Pada prasasti Gunung Wilis, 1269, perintah raja Kertanegara ditampung oleh tiga mahamenteri : Hino, Sirikan dan Halu, kemudian disalurkan kepada para tanda urusan negara : patih Kebo Arema, demung Mapanji Wipaksa dan kanuruhan Ramapati. Demikianlah para tanda urusan negara yang dikepalai oleh patih menampung perintah raja dari mahamenteri katrini, tanpa perantara. Jadi jabatan wreddha menteri seperti tercantum pada pelbagai prasasti Majapahit, tidak diketemukan pada jaman Singasari.
Prasasti-prasasti zaman sevelum Singasari tidak menyebut adanya jabatan wreddha menteri. Dari uraian di atas jelaslah, bahwa jabatan wreddha menteri adalah ciptaan Majapahit. Dari uraian tersbut nyata pula bahwa para tanda urusan negara pada jaman pemerintahan prabu Kertanegara di Singasari berjumlah tiga orang saja yakni patih, demung dan kanuruhan. Pada jaman Majapahit jumlah para tanda urusan negar itu mejadi lima yakni : patih, demung, kanuruhan, rangga dan tumenggung. Lima orang tanda urusan negara ini sudah dikenal sejak awal pendirian kerajaan Majapahit seperti yang tercantum di dalam prasasti Penanggungan, yangk dikeluarkan pada tahun 1296.
Jadi jumlah para tanda itu mengalami perubahan dari tiga (pada jaman Singasari) menjadi lima. Jumlah limatanda urusan negara itu disebut Sang Panca ri Wilwatikta, sebagaimana diuraikan dalam Negarakertagama pupuh X/1. Sumber.
0 comments:
Posting Komentar