Usai peristiwa Lumajang, Pada masa Jayanagara muncul pemberontakan lain, kali ini dilancarkan para Dharmaputra. Yang terbesar dari pemberontakan para Dharmaputra adalah yang dilancarkan oleh Kuti.. Para Dharmaputra dinilai ingin berkuasa di kerajaan Majapahit, meskipun mereka itu tidak mempunyai hak waris atas tahta kerajaan, di samping itu, mereka lebih dahlu menunjukan sikap tidak senang atas kepemimpinan Jayanagara. Pemberontakan ra Lasem dan ra Semi pada tahun saka nora weda paksa wong, 1240 (1318 Masehi) berhasil ditumpas. Dikatakan bahwa ra Semi dibunuh di bawah pohon randu (kapok). Diantara para dharmaputra itu hanya ra Kuti yang berhasil menduduki tahta Kerajaan Majapahit. Akibatnya Sri Jayanagara terpaksa mengungsi ke desa Badender.
Pararaton mengisahkan Pemberotakan yang dilakukan oleh para Dharmaputra sebagai berikut:
Berselat dua tahun Peristiwa Wagal dengan peristiwa Lasem. Semi dibunuh, ia mati dibawah pohon kapuk, pada tahun saka: Bukan Kitab Suci Sayap Orang, atau: 1240.Sesudah itu terjadi peristiwa Ra Kuti. Ada dua golongan Darmaputra Raja, mereka ini dahulunya adalah pejabat pejabat yang diberi anugerah raja, banyaknya tujuh orang, bernama: Kuti, Ra Pangsa, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Tanca dan Ra Banyak. Ra Kuti dan Ra Semi dibunuh, karena difitnah oleh Mahapati, akhirnya Mahapati diketahui melakukan fitnahan, ia ditangkap, dan dibunuh seperti seekor babi hutan, dosanya akan pergi sendiri ke Bedander.
-Pararaton Bag. VIII
Nagarakretagama Pada Masa pemeritahan Raja Jayanagara hanya mengulas peristiwa yang terjadi di Lumajang dengan hancurnya kota Panjarakan, tanpa menyebutkan pemberontakan lainnya. Tersebut pada tahun Saka mukti guna memaksa rupa bulan Madu. Sri Paduka Jayanagara berangkat ke Lumajang menyirnakan musuh. Kotanya Pajarakan dirusak, Nambi sekeluarga dibinasakan. Giris miris segenap jagat melihat keperwiraan Sri Paduka.(Nagarakretagama pupuh XLVIII/2).
Sementara itu, Pararaton menceritakan bahwa pemberontakan Kuti berlangsung tahun 1319, tiga tahun setelah Perang Lumajang. Kuti berhasil menduduki istana tapi Jayanagara berhasil lolos. Dalam situasi yang demikian kritis, Jayanagara berhasil diselamatkan oleh seorang bekel bhayangkara (pengawal raja) bernama Gajah Mada. Beserta limabelas bawahannya, Gajah Mada mengungsikan sang Prabu ke Desa Badander. Sebagaimana yang diuraikan oleh Pararaton:Ia pergi pada waktu malam, tak ada orang tahu, hanya orang orang Bayangkara mengiringkannya, semua yang kebetulan mendapat giliran menjaga pada waktu raja pergi itu, banyaknya lima belas orang, pada waktu itu Gajah Mada menjadi Kepala Bayangkara dan kebetulan juga sedang menerima giliran menjaga, itulah sebabnya ia mengiring raja pada waktu raja pergi dengan menyamar itu. Lamalah raja tinggal di Bedander.
Adalah seorang pejabat, ia memohon ijin akan pulang kerumahnya, tidak diperbolehkan oleh Gajah Mada, karena jumlah orang yang mengiring raja hanya sedikit, ia memaksa akan pulang, lalu ditusuk oleh Gajah Mada, maksud ia menusuk itu, yalah: “jangan jangan ia nantimemberi tahu, bahwa raja bertempat tinggal dirumah kepala desa Bedander, sehingga Ra Kuti, sehingga Ra Kuti dapat mengetahuinya.
Kira kira lima hari kemudiannya Gajah Mada memohon ijin untuk pergi ke Majapahit.Sedatangnya di Majapahit, Gajah Mada ditanyai oleh para Amanca Negara tentang tempat raja, ia mengatakan, bahwa raja telah diambil oleh teman teman Kuti. Orang orang yang diberi tahu semuanya menangis, Gajah Mada berkata: “Janganlah menangis, apakah tuan tuan tidak ingin menghamba kepada Ra Kuti.”
Menjawablah yang diajak berbicara itu: “Apakah kata tuan itu, Ra Kuti bukan tuan kami.”Akhirnya Gajah Mada memberi tahu bahwa raja berada di Bedander, Gajah Mada lalu mengadakan persetujuan dengan para menteri, mereka semua sanggup membunuh Ra Kuti, dan Ra Kuti mati dibunuh. Raja pulang dari Bedander, kepala desa ditinggalkan,selanjutnya ia menjadi orang yang terkenal pada waktu itu. Sesudah raja pulang, maka Gajah Mada tak lagi menjadi Kepala orang orang Bayangkara, dua bulan lamanya ia mendapat cuti dibebaskan dari kewajiban, ia dipindah menjadi Patih di Kahuripan, dua tahun lamanya menjadi patih itu.(Pararaton Bag. VIII)
Begitulah uraian Pararaton tentang peristiwa Badander. Yang menarik perhatian ialah kemunculan seorang tokoh yang kemudian akan memegang peran penting dalam sejarah Majapahit, bernama Gajah Mada.
Pernyataan Pararaton tentang pemindahan Gajah Mada ke Kahuripan sebagai patih pada tahun 1319 sehabis peristiwa ra Kuti berbeda dengan pernyataan Nagarakretagama pupuh LXXI/ yang mengatakan bahwa Gajah Mada baru baru mulai ikut serta dalam pemerintahan pada tahun saka 1253 (= 1331 Masehi). Pernyataan Nagarakretagama itu mendapat sokongan dari prasasti Blitar yang menyatakan bahwa Gajah Mada pada tahun 1330/1 menjadi patih di Daha. Dengan pembuktian itu kiranya pernyataan Pararaton di atas tidak tepat. Dengan kata lain Gajah Mada tidak pernah menjadi patih Negara bawahan Kahuripan pada tahun 1319 sehabis peristiwa Badander.
0 comments:
Posting Komentar