Masjid terbesar di daratan Eropa ini berdiri di pusat katolik dunia di mana Vatikan adalah episentrumnya. Tepatnya di area Pusat Budaya Islam di Roma. Masjid Roma berdiri dengan anggun, hasil riset yang teliti dan konsep arsitektur yang matang. Masjid ini terdiri ruang shalat utama persegi 40 x 60 meter yang bisa menampung 2500 jemaah, ruang shalat lebih kecil berkapasitas 150 jemaah dan ruang wudhu luas di bawah ruang shalat utama.
Masjid Roma dipayungi kubah berdiameter 20 meter dan 16 kubah lebih di sekelilingnya. Bangunan penunjang yang berbentuk huruf H, terdiri perpustakaan seluas 4000 m2, sebuah ruang kelas, ruang konferensi berkapasitas 400 orang dan ruang pameran. Di tambah 2 apartemen untuk imam, petugas masjid, tamu dan pengunjung.
Pembangunan masjid yang didominasi warna kuning ini berlangsung dari tahun 1984-1992. Raja Saudi Arabia, mendiang Faisal bin Abdul Azis beranggapan 40 ribu muslim di Roma ( tahun 1970 ) sudah saatnya punya mesjid sendiri agar tenang beribadah. Ide ini disampaikan pada presiden Italia waktu itu, Geovanni Leone, saat berkunjung ke Arab Saudi. Mesjid tsb juga bisa media dialog antar agama dan menghapus sentimen terhadap Islam. Di Roma sudah ada sinagog Yahudi yang cukup besar. Leone menerima usul tsb dan menyediakan lahannya. Raja Faisal menyediakan dana sekitar 30 juta USD.
Komite pembangunan segera dibentuk. Dewan kota Roma memastikan lokasinya di kaki bukit Monte Antenne seluas 7,5 hektar. Pusat kebudayaan Islam Italia mengadakan kompetisi desain bagi para arsitek. Pemenangnya, Paolo Portoghesi dan Vittorio Gigliotti dari Italia yang mengerjakan interiornya serta Sami Mousawi dari Irak, mengerjakan ekteriornya. Tahun 1976 rencana sudah matang, tapi beberapa kelompok masyarakat Italia menentang pembangunannya.
Mereka tak siap secara psikologis menerima kehadiran mesjid di kota mereka. Isu kelestarian lingkungan, isu pemerintah Italia diguyur uang minyak dari Arab Saudi santer beredar di media massa. Bergulir menjadi sentimen ras dan ancaman pembunuhan bagi Portoghesi dan walikota Roma. Ketegangan baru mereda setelah Vatikan menyatakan mendukung penuh pembangunan mesjid tsb. Vatikan menyebut Masjid Roma adalah titian tangga menuju penyatuan agama Ibrahim di dunia.
Setelah kontroversi mereda, baru konstruksi masjid dikerjakan. Ada 131 tiang besar dipancangkan di lokasi. Dari tahun 1984 dikerjakan, rampung tahun 1992, diresmikan 21 Juni 1995.
Portoghesi dipilih menangani pembangunan masjid karena segudang pengalamannya mendirikan berbagai bangunan di Timur Tengah dan ketertarikannya yang besar terhadap arsitektur Islam. Pusat Kebudayaan Islam Italia menginginkan masjid beraksen Islam yang kuat, sejalan dengan struktur kota dan arsitektur tradisional Roma.
Ruang shalat utama bergaya klasik masjid dalam arsitektur Islam. Ada halaman dengan tembok dan air mancur. Dekorator dari Maroko menggambar berbagai mosaik, relung dan lajur2 bermotif klasik. Para pekerja Maroko ini tak mau dibayar, selain makan dan penginapan. Mereka menganggap pekerjaannya di sini sebagai tugas agama.
Konsepsi arsitektur Islam yang ingin membebaskan diri dari gravitasi bumi diwujudkan dalam bentuk batang2 tipis dalam mesjid yang mengarah ke atas kubah. Masjid bagi Portoghesi adalah rumah doa. Segala hal dalam masjid dihubungkan dengan kegiatan menuju Allah. Ruang shalat yang lebih kecil memberi kesempatan bagi mereka yang ingin lebih khusyuk bermunajat pada Allah.
Menara masjid berbentuk pohon palem setinggi 40 meter, tegak terpisah bak tugu. Pohon palem, cemara dan zaitun membawa kesan damai di halaman masjid dengan memanfaatkan topografi tanah yang tak rata. Kebun dan mata air dihadirkan seperti di surga, di mana sungai2 mengalir di bawahnya.
0 comments:
Posting Komentar